“Kalau alat-alat berat proyek saya rusak? Waah banyak sekali dampak selanjutnya”
Kata Arga, yang bekerja di salah satu perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia. Meski perusahaannya merupakan salah satu BUMN terbesar di Indonesia, Arga sebagai Procurement & Logistic specialist mengatakan masih banyak masalah teknis terkait pekerjaan yang dampaknya besar bagi operasional. Salah satunya yang krusial adalah tentang alat-alat berat. Saat ini, Arga bertanggung jawab untuk melakukan pengadaan alat untuk proyeknya, baik alat sendiri ataupun dari sub-kontraktor, serta mengontrol alat-alat tersebut selama digunakan.
Berdasarkan sistem yang berlaku saat ini, seharusnya staff pada setiap proyek yang sedang menggunakan sebuah alat besar, mengisi 2 form. Form rekap penggunaan alat selama proyek dan form hasil produksi juga riwayat perawatan alat selama berada di proyek tersebut. Form tersebut yang akan menjadi arsip riwayat penggunaan dan kondisi alat. Dalam hal ini, pencatatan sangatlah penting. Sebab, pengguna alat tersebut akan berbeda-beda. Alat akan sering berpindah dari proyek satu ke proyek lain, dari user satu ke user lain.
“Masalahnya, tidak jarang ketika saya melakukan permintaan untuk sebuah alat, tiba-tiba alat itu sampai ke saya dalam keadaan rusak. Tapi, ketika saya cek form yang saya terima, data sebelumnya tidak ada (tidak dicatat). Mau bertanya dengan user sebelumnya, tidak tercatat juga siapa”, jelas Arga. Dilanjutkan oleh Arga bahwa biasanya untuk mengetahui ketersediaan alat dan riwayatnya, perusahaan mempunyai tempat penyimpanan yang berisi dokumen-dokumen riwayat alat tersebut. Namun, masih dokumen fisik dengan pencatatan manual. Sehingga sering kali catatan tidak lengkap dan sulit untuk mencari file alat tertentu dalam tumpukan dokumen tersebut.
Dapat disimpulkan, masalah-masalah di atas terjadi karena kurangnya disiplin karyawan dalam melakukan pencatatan, dan tidak adanya sistem yang dapat mempermudah pekerjaan tadi. Dapat dibayangkan berapa banyak form yang disimpan untuk satu alat, kemudian dikalikan jumlah alat yang ada di proyek, juga dikalikan dengan banyaknya proyek di seluruh Indonesia. Padahal menurut Arga, hal yang ia butuhkan sederhana; mengetahui keberadaan alat-alat yang dibutuhkan, dan mengetahui ketersediaan alatnya apakah siap digunakan atau tidak.
Diakui oleh Arga bahwa dampak dari alat yang tidak produktif itu sangat besar. Pekerjaan menjadi terhambat, sementara tetap mengeluarkan upah untuk pekerjanya. Kemudian biaya bahan, misalnya beberapa bahan yang tidak bisa diletakkan di area terbuka lama-lama. Kemudian dampak terakhir adalah waktu. Jadi, alat yang tidak produktif tadi akan mengeluarkan biaya-biaya dan waktu yang sia-sia.