Industri nikel disebut sebagai penopang ekonomi Indonesia di tengah ancaman resesi global tahun 2023. Hal ini tak lepas dari kontribusi nikel yang saat ini sangat dibutuhkan untuk bahan baku baterai kendaraan listrik dan juga bahan baku stainless steel dan turunannya. Indonesia yang juga merupakan negara penghasil nikel terbesar di dunia, dengan produksi nikel pada tahun 2021 mencapai angka 1 juta metrik ton atau 37,04 persen di dunia, tentu saja diuntungkan dengan adanya hal itu. Bahkan, cadangan nikel di Indonesia diperkirakan mencapai 21 juta metrik ton.
Maluku Utara adalah salah satu basis tambang nikel di Indonesia yang potensinya terhadap ekonomi RI cukup signifikan. Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca perdagangan Maluku Utara dari bulan Januari hingga Agustus 2022 sebesar 3.212,88 juta dolar. Surplus perdagangan ini dominasi oleh komoditi mineral besi, baja, dan nikel yang tercatat tumbuh 10,34 persen. Dengan potensinya yang besar, maka industri nikel di Indonesia dinilai perlu dikembangkan secara komprehensif.
Pelaku usaha sektor pertambangan dan hilirisasi nikel memahami urgensi kebutuhan untuk transisi energi. Head of External Relation Harita Nickel, Stevi Thomas menyatakan pihaknya telah menerapkan teknologi energi yang bersih. “Ini sejalan dengan tiga area prioritas transisi energi yang ditetapkan Presidensi G20 Indonesia, khususnya teknologi,” ungkapnya.
Kementerian ESDM terus berupaya menjembatani kebutuhan para investor tersebut untuk dapat merealisasikan proyek smelter yang sudah direncanakan. Hal tersebut juga untuk mewujudkan cita-cita Indonesia di sektor minerba.
Sumber : Eko D. Ryandi – Jawa Pos